Selintas mengenal Sejarah Al-Quran, bacaan (Tahsin), Mushab dan Ilmu Nahwu Shorof

- Maret 24, 2018

Selintas mengenal Sejarah Al-Quran, bacaan (Tahsin), Mushab dan Ilmu Nahwu Shorof

 
Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamualaikum,
Pada beberapa kali pertemuan di pengajian Nahwu Shorof, seringkali saya menanyakan hal-hal yng bersifat prinsipal ihwal ayat-ayat Al-Quran, sejarahnya dan bagaimana tatacara mempelajarinya dan bagaimana tatacara melafadzkannua. Bukannya dulu tak simak sewaktu diajarkan di sekolah, namun ada beberapa hal yng saya ingin lebih memahami prinsip-prinsip dasarnya, bagi atau bisa juga dikatakan untuk menambah pengetahuan saya dan memperkuat keimanan.
Pak Ustads menjawabnya yang dengannya menerangkan sejarahnya yang dengannya ringkas menjadi berikut:
Semisal yng telah umum kita ketahui, ayat-ayat yng turun taklah sekalian, namun berangsur-angsur dan disesuaikan yang dengannya kondisi dan masalah yng dialami oleh Rasul dan umat muslim tatkala itu.
Dasarnya memang ayat-ayat Al-Quran berbentuk lafadz-lafadz (bunyi)
Ayat-ayat yng turun dari Malaikat Jibril ke ke Rasul, lantas secara Talaqi (berhadap-hadapan) dibacakan dari Rasul ke para Sahabat. Para sahabat menghafalkannya dan sebagian ada pula yng menulisnya, semisal Zaid bin Tsabit.
Sahabat Nabi yng bernama Zaid bin Tsabit ini dikenal pula menjadi sekretaris rasul, pemimpin penghimpunan ayat2 al-quran, cerdas, penghafal quran, dan memiliki kemampuan belajar bahasa asing yang dengannya cepat, bisa atau mampu menulis yang dengannya indah dan membaca bahasa arab yang dengannya lancar, pula mengetahui dan mengkaji beberapa bahasa-bahasa lain semisal bahasa ibrani, bahasa suryani, yang dengannya cepat, beliau lebih muda kira-kira 10 tahun dari Ali bin Abi Thalib.
Rasul mengetahui penulisan ini, dan tak melarangnya. Dan bahkan di bbrp riwayat kelak sesudah berlangsung lamanya masa menyebarkan ke-islaman, nabi pula tidak sedikit mempercayakan Zaid bin Tsabit utk menuliskan wahyu yng setiap kali turun ke Rasul. Rasul mendiktekan, meminta Zaid utk menuliskannya, dan beberapa riwayat mengujarkan pula mengkoreksi goresan pena yng didiktekan yang telah di sebutkan. Misalnya bisa kita lihat ihwal penulisan "abidu" dan "aabidu" di surat Al-Kafirun. Di surat ini tidak sedikit rasm-rasm yng berbeda yang dengannya kaidah Nahwu Shorof. Dan sebagian para Ulama mentafsirkan nya yang dengannya penjelasan yng dalam.
Analisis:
Ada riwayat sewaktu ayat pertama turun di gua Hira, secara umum kita mengetahui bahwasanya Nabi tak mampu membaca, apalagi menulis. Namun diluar dugaan sesudah mendapatkan penjelasan dari pak ustadz, ketidak mampuan baca dan menulis ini bukanlah semisal yng selama ini saya hayalkan. Dari sejarah Rasul diwaktu muda, beliau telah menjalankan perdagangan ke negeri Syam. Secara logika, setidaknya rasul mengerti paling banyak sekali ilmu-ilmu dasar perdagangan, ataupun paling tak bisa membaca dan menulis setidaknya bagi atau bisa juga dikatakan untuk keperluan administrasi yng Amat simpel bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjalankan perdagangan. Kemampuan menulis ditahap awal ini bisa dikatakan Amat simpel, semisal menggambarkan beberapa lafadz-lafadz huruf dasar ataupun cuma menggambar/menulis bentuk kata simpel (morfologi fonem).
Barangkali mampu dibayangkan kemampuan awal dalam hal baca dan tulis pada diri rasul pada tahap awal turunnya wahyu pertama sangatlah minim dan yang dengannya bahasa kita barangkali bisa disebutkan membaca yang dengannya terbata-bata ataupun cuma mampu yang dengannya kata-kata yng Amat simpel, TAPI bukan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membaca ataupun menulis goresan pena goresan pena yng indah dan rumit yng memiliki unsur sastra.
Maka, bisa dipahami secara logika bahwasanya di fenomena di gua Hira, pada tatkala turunnya wahyu pertama Rasul mengujarkan tak mampu membaca, dan pula mampu diartikan tak tahu apa yng dibaca.
Cap yng menempel menjadi orang yng tak mampu membaca (Ummi) yng ditempelkan pada diri Rasul barangkali lebih tepat penyebabnya yaitu beliau bukan dari golongan orang yng terdidik lantaran memiliki kemampuan baca tulis yng minim (yang dengannya ter ba ta), ataupun bahasa gaulnya bukan dari kalangan anak sekolahan yng mengetahui ilmu-ilmu baca dan tulis indah, sempurna dan lancar. Ummi disini mampu pula di pahami bahwasanya pada tatkala turunnya wahyu pertama rasul belum memiliki pengetahuan yng tidak sedikit, dan selanjutnya sesudah ayat-ayat quran turun mengajarkan beliau ihwal tidak sedikit ilmu pengetahuan.
Apakah sepanjang hidup rasul tak mampu membaca dan menulis, ataupun tetap menjadi ummi seterusnya?? Secara logika, kemampuan awal seseorang tak barangkali tak berkembang. Dan rasul pula memiliki sifat yng namanya fathanah yakni cerdas. Apalagi tidak sedikit sumber-sumber di Quran yng menjelaskan bahwasanya pengetahuan itu diajarkan ke rasul melalui ayat-ayat Al-Quran. Sifat fathanah yng cerdas ada di diri rasul, dari seorang ummi yng tak tahu tidak sedikit pengetahuan menjadi seorang yng memiliki ilmu yng tidak sedikit sesudah diajarkan melalui ayat-ayat suci al-quran.
Sudah disebutkan bahwasanya Rasul pula memiliki sekretaris semisal Zaid bin Tsabit. Brrp riwayat menyatakan tatkala rasul meminta zaid utk menuliskan wahyu yng turun kepadanya. Setidaknya ada kemampuan tambah pada diri rasul sendiri, semisal meminta dituliskan tetap semisal ini ataupun semisal itu. walaupun beliau masih dikategorikan tetap tak mampu membaca dan menulis, terang disitu rasul telah mulai mengenal bentuk-bentuk penulisan kata.
Masih di tahap-tahap awal sesudah turunnya wahyu pertama, pendapat dari jejak sejarah, para sahabat yng mendapatkan ayat-ayat indah ini, ter kejut, ter-Ta'jub dan ter kagum lantaran tak barangkali ayat-ayat ini karangan Muhammad yng orang-orang fahami bahwasanya beliau bukan dari kalangan terdidik, yng tak mengetahui sebelumnya adanya kitab-kitab lain, dan tak mampu menulis membaca apalagi ber-syair. Yng kontra dan bereaksi negatif pula tidak sedikit, lebih-lebih dari para kafir Quraish tatkala itu, bahkan mengujarkan Rasul merupakan tukang sihir dan macam-macam lagi. Ini penyebabnya yaitu lantaran hal-hal yng tak barangkali yng mampu keluar dari seseorang semisal Muhammad yng orang-orang ketahui ia dari golongan yng "Ummi" (golongan orang yng tak mampu membaca dan menulis, apalagi mengeluarkan syair-syair sastra yng indah).
Seusai beberapa waktu dalam masa awal islam, sesudah tidak sedikit ayat ayat turun, akhirnya tidak sedikit para quraish yng dulunya kafir akhirnya melihat hal ini menjadi sesuatu yng benar. Barangkali teringat kisahnya Umar Bin Khatab, yng tertegun sesudah mendengar ayat quran surat TA-HA
Indikasi telah ada nya Ilmu Nahwu Shorof di zaman Rasul dan Sahabat
Andai kita cermati lagi, mengapa para sahabat dan orang-orang Arab Quraish tatkala itu mengerti bahwasanya ayat-ayat itu luar biasa indah, tentulah mampu kita pahami, orang-orang pula memahami ilmu kesusastraan yng berbasis nahwu-shorof, menjadi ilmu grammar dan tata bahasa arab dan pula menjadi dasar ilmu kesusastraan.
Jadi bisa disimpulkan, bahwasanya Ilmu Nahwu Shorof, telah ada pada bangsa Arab pada tatkala zaman Rasul.
Adapun penyusunan Ilmu Nahwu Shorof, ternama muncul sesudah zaman Rasul. Hal itu penyebabnya yaitu lantaran sudah meluasnya islam ke banyak sekali bangsa. Dan para Ulama-ulama, menuliskan kembali kaidah ini lantaran dianggap Amat penting utk memahami utk membaca quran dan hadist.
Tatacara membaca (TAHSIN), di lakukan secara Talaqi (berhadap-hadapan) dan Mutawatir (turun temurun)
Kembali ke riwayat turunnya Al-Quran yang telah di sebutkan, diantara para sahabat, sesudah mendengarkan secara Taliqi ayat-ayat yang telah di sebutkan dr rasul. Ada yng membaca berbeda penyebabnya yaitu lantaran pengucapan dan lidahnya. Maaf, saya tidak ingat nama sahabat tsb, semisal pengucapan lafadz Alif Lam Miiim , menjadi Alif Lam Mree, yang dengannya munculnya lafadz "re" dalam lafadz Miim.
Rasul memahami pengucapan lafadz yng berbeda penyebabnya yaitu pengucapan lidah yng berbeda diantara para sahabat. Andai tak salah ada bbrp sumber rujukan utk tatacara pembacaan ini, (maaf saya tidak ingat ada bbrp nash ttg tatacara membaca ini, semisal nya ada 7 jenis, kelak saya konfirmasi lagi ke pak ustadz). Tatacara membaca ayat-ayat Quran ini dia yng disebut menjadi TAHSIN.
Jadi bisa dipahami ilmu TAHSIN ini diturunkan secara turun temurun (mutawatir), dari para Hafidz-Hafidz Al-Quran dijaman rasul dan sahabat ke para imam-imam di zaman tabiin dan selanjutnya tabiut , sampai-sampai hingga ke zaman saat ini. Beberapa Imam-Imam Masjidil Haram semisal Abdurrahman As-Sudaish dan Shuraim disebutkan mengikuti satu nash Tahsin yng percis.
Mengenai penyusunan redaksi Al-Quran, dan penyusunan suatu ayat masuk ke suatu Surah
Diceritakan oleh p Ustadz, masih dizaman rasul, disetiap tahun di adakan Nuzulul Quran, bacaan rasul pula di ulangi dan di koreksi oleh Malaikat Jibril, berikut pula penyusunan ayat-ayat yng turunnya tersebar-sebar yang telah di sebutkan. Nabi memberikan hal ini ke para sahabat, dan memerintahkan supaya ayat B dimasukkan ke surat A, ayat C dimasukkan ke surat D, dan seterusnya.
Pada setiap 12 bulan Nuzulul Quran ini pula, bacaan nabi dan para sahabat pula di koreksi dan dibetulkan secara taliqi supaya mengikuti Tahsin yng benar, dan tentunya membaca ayat-ayat yng sudah tersusun dlm suatu surah.
Mengenai Mushab Al-Quran, dan Meluasnya daerah Islam yang dengannya tidak sedikit suku bangsa
Andai membaca sejarah, telah umum dikatakan bahwasanya tulisan-tulisan Al-Quran mulai di kumpulkan dimulai sejak zaman Khalifah Abu Bakar. Ini penyebabnya yaitu banyaknya para sahabat dan sekalian hafidz-hafidz Al-Quran yng syahid di pertempuran. Upaya ini dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, dan akhirnya di Zaman Khalifah Usman Ibn Affan, sukses dikumpulkan menjadi suatu Mushab, yng disebut Mushab Usmani.
Diceritakan pula, bahwasanya ada beberapa perbedaan dan pertentangan pendapat sewaktu penyusunan Mushab ini, lantaran dikhawatirkan umat muslim tak akan menghafalnya (hafidz) semisal yng tidak sedikit di lakukan oleh para sahabat di jaman rasul, dan fakta ini terbukti, saat ini Amat tidak banyak jumlahnya para penghafal-penghafal quran.
Mushab Qur'an Usmani ini, tak mempunya ciri baca, dan pula tak memiliki titik. Bagi orang yng bukan dari arab, barangkali akan kesulitan membedakan mana huruf ba, ta, fa dan qof
Meluasnya daerah Islam, memicu tidak sedikit bangsa-bangsa memeluk agama ini, bukan cuma orang arab saja. Mushab quran Ustmani menjadi terlalu susah utk dibaca. Akhirnya, teks-teks Al-Quran mulailah di berikan tanda-tanda penerang, semisal titik-titik, dan lantas tanda-tanda baca semisal fathah, dhummah, kastroh, dll
Dilema tak cuma itu, tatacara membaca dan melafadzkan pada umat yng telah majemuk ini akhirnya berbeda, penyebabnya yaitu lantaran dialek (pronounciation) pada setiap bangsa. Beberapa rujukan dianjurkan oleh ulama dizaman ini, yakni membaca Quran Perlu mengikuti lidahnya orang Quraish (saya tidak ingat referense ini, kelak ditanyakan kembali ke pak ustadz)
Hampir sezaman yang dengannya ini, mulailah tidak sedikit muncul ulama-ulama yng menyusun ulang kaidah kaidah ilmu Nahwu Shorof yng dipakai bagi atau bisa juga dikatakan untuk mempelajar Al-Quran dan Al-Hadist.
Al-Quran yng kita baca saat ini, merupakan terbitan dari Department Agama, dan masih didasari Mushab Usmani, dan telah diberi ciri baca. Andai diperhatikan agak berbeda yang dengannya terbitan dari Timur Sedang yng ada tanda-tanda khusus semisal ciri kepala shad diatas alif (mampu dibaca fathah, dummah maupun kastroh)
Al-Quran dan Ilmu grammar Nahwu Shorof
Al-Quran merupakan mujizat yng diturunkan dalam bahasa arab, sedangkan ilmu nahwu shorof hanyalah grammar tata bahasa orang arab kuno. Tanpa Ilmu Nahwu Shorof, taklah barangkali mampu memahami Al-Quran.
Simak pertanyaan yang dengannya logika simpel berikut:
1) Andaikata andai seseorang katakanlah telah memahami Al-Quran, apakah ia bisa dikatakan memahami Ilmu Nahwu Shorof (maupun ilmu2 lanjutannya) ? Jawabnya: Ya
pertanyaan kebalikannya:
2) Andaikan andai seseorang katakanlah telah memahami Ilmu Nahwu Shorof maupun Ilmu2 diatas nya (semisal Ilmu Balaghah, Ma'ani, Arut, dll) bisa dikatakan memahami Al-Quran? Jawabnya: belum tentu
Terang, dari hubungan diatas, diantara Al-Quran dan Ilmu Nahwu Shorof (maupun Ilmu2 lanjutannya) taklah setara. Ilmu Nahwu Shorof dipakai kita-kita utk memahami Al-Quran. Namun Al-Quran dipakai bukan utk mengikuti kaidahi Ilmu Nahwu Shorof maupun Ilmu-Ilmu lain nya
Ilmu-ilmu kita-kita merupakan dibatasi, sementara Ilmu Allah yng sebagian kecil ter sirat di Al-Quran tak lah dibatasi.
Analogi simpel yng lain:
Ibarat seorang sastrawan membuat puisi, apakah dalam pusinya dia Perlu tunduk pada kaidah bahasa??? tentu tak ..
Apalagi Al-Quran, adalah wahyu Allah yng diturunkan melalui Jibril, walaupun diturunkan dalam bahasa arab, apakah dia Perlu tunduk pada kaidah grammar (Nahwu Shorof) orang arab kuno????? Ya, tentu tak ..
Misalnya: Alif Lam Miimm ... kaidah nahwu shorof yng mana yng bisa atau mampu menjelaskan ini????
Tak tunduknya ayat qur'an terhadap kaidah grammar, dipahami para Rasul, Sahabat, dan Ulama menjadi Mukjizat Al-Quran yang telah di sebutkan, lantaran barangkali ada pengetahuan yng ada didalamnya. Apalagi ayat-ayat yng bersifat Mutasyabihat, barangkali cuma para Ulil Albab (Ahli-Ahli) yng mampu menjelaskannya. Wallahu Alam.
Ayat2 mutasyabihat tak mampu ditafsirkan yang dengannya biasa, meskipun telah menguasai ilmu-ilmu diatas nahwu shorof (semisal balaghah, dll). Di Quran disebutkan, sebagian dari anda mempergunakan ayat2 mutasyabihat itu utk memicu fitnah, padahal tak ada yng mengetahui pengertiannya kecuali Allah dan orang-orang yng Ulil Albab (orang-orang yng ditunjuki/ orang-orang Ahli)
Dan Amat terang diceritakan di suatu ayat Al-Quran tatkala orang-orang mu'min ditanyakan apakah pengertiannya, orang-orang menjawab, itu semuanya dari Tuhan kami.
Akhir Kata
Begitulah selintas mengenai sejarah Al-Quran sampai-sampai hingga saat ini. Akhir kata, Mudah-mudahan berguna! Paling tak bisa menangkis bbrp argumen-argumen dari kaum liberal/pluralisme/faith freedom dan kelompok-kelompoknya yng marak timbul belakangan ini yng berani mengkritisi al-quran dng kaidah ilmu nahwu shorof yng dipelajarinya namun yang dengannya hati yng tertutup, mempergunakan akal dan pikirannya utk mengingkari. Kalau kita mampu bandingkan, apa bedanya orang-orang yang dengannya orang-orang di kafir quraish tatkala itu. Orang kafir Quraish tatkala itu pula tahu ilmu nahwu shorof, orang-orang mengerti ayat-ayat itu luar biasa, kalau tak mana barangkali ada reaksi dari orang-orang, namun hati orang-orang tertutup, yng ada cuma ke-ingkaran. Mampu kah orang-orang menjelaskan jejak sejarah, tatkala Umar bin Khattab yng awal mulanya marah lantaran mengetahui adiknya telah masuk islam, akhirnya tertegun sesudah mendengar ayat suci Al-Quran, Surat Ta-Ha. Itulah hidayah, hati yng terbuka. Berlinang air di mata mendengar lantunannya.
Padahal andai orang-orang berpikir, di zaman nabi saja orang arab Quraish saja telah tahu ilmu nahwu shorof, dan orang-orang terkejut tatkala mendengar lantunan ayat-ayat suci al-quran. Terang ini bukan ayat biasa yng keluar dari mulut nya rasul yng dikategorikan ummi.
Selain itu pula, Kitab Suci agama manakah yng mampu dihafal??? Cuma Al-Quran. Kitab Suci Agama Islam.
Coba cek kitab suci agama lain, kalau mampu hafal hebat dah!
Adanya para hafidz-hafidz (penghafal-penghafal quran) ini sudah mementahkan pendapat para sarjana barat maupun kaum faith freedom/liberal bahwasanya Al-Quran sudah berganti pada suatu zaman. Anggapan orang-orang tertolak mentah-mentah, lantaran orang-orang tak tahu bahwasanya dalam sejarah Islam terbukti bahwasanya kitab suci Al-Quran yng tebalnya semisal itu mampu dihafal luar kepala dan di lakukan turun temurun (mutawatir), dan tidak sedikit penghafal nya. Ini dia yng orang-orang tak bisa atau mampu mematahkannya.
Mari kita perbanyak penghafal-penghafal Al-quran. Lantaran cuma ini kitab suci kalamullah yng masih ada dan terjaga hingga tatkala ini melalui perantara ulama dan hafidz hafidz quran. Menghafal Al-Quran bukan suatu yng mustahil lantaran Allah sendiri menjaminnya bahwasanya kita tak akan tidak ingat, dan telah dibuktikan di zaman sahabat, tabiin, tabiut, sampai-sampai hingga tatkala ini.
Tidak sedikit yng berbeda antara zaman kita dan zaman rasul dan sahabat. Di zaman itu tidak sedikit para sahabat yng hafidz al-quran, menjadikan al-quran itu dibaca tampa teks. Dizaman kita cuma tinggal tidak banyak penghafal al-quran. Apakah ini ciri bahwasanya al-quran akan lenyap dikarenakan tak tidak sedikit penghafalnya??? Mudah-mudahan tak berlangsung utk zaman ini. Amin..
Disampaikan Ustadz Munawir, pada bbrp pertemuan di pengajian Nahwu Shorof, dirangkum oleh el-suhairi

Sumber rujukan dan gambar : http://www.nangimam.com/2012/02/selintas-mengenal-sejarah-al-quran_23.html.

Seputar Selintas mengenal Sejarah Al-Quran, bacaan (Tahsin), Mushab dan Ilmu Nahwu Shorof

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Selintas mengenal Sejarah Al-Quran, bacaan (Tahsin), Mushab dan Ilmu Nahwu Shorof