Penyamakan Kulit Buaya

- Januari 20, 2018

Penyamakan Kulit Buaya

 
Kulit merupakan organ pelindung, khususnya dalam fungsinya menjadi pengatur suhu tubuh, alat ekskresi dan menjaga tubuh dari gangguan fisik. Fungsi ini hilang sesudah hewan dipotong serta dikuliti. Kondisi postmortem, kulit cuma terlindung dari rambut, bulu, sisik ataupun kerapatan serabut jaringan kulit. Kualitas kulit ditentukan oleh struktur jaringan serta komposisi kimia dalam kulit. Struktur jaringan meliputi diameter fibril, diameter serabut, tebal tipisnya berkas serabut, sudut jalinan serta tebal tipisnya kulit (mentah, awetan ataupun samak). Komposisi kimia yng berpengaruh merupakan kadar protein kolagen, kadar air serta lemak dan ikatan-ikatan kimia dalam kulit.
Proses penyamakan menurunkan kekuatan tarik kulit samak lantaran melemahnya anyaman serabut di antara beberapa unit molekul kolagen. Serabut kolagen memiliki sifat mengikat air serta kemampuan ini tak nyata sesudah serabut kolagen diproses menjadi kulit samak. Di samping ini ikatan saling antar molekul kolagen yang dengannya bahan penyamak tak sekuat dibandingkan sebelum penyamakan.

Kulit segar maupun kulit awetan komposisi kimianya lebih lengkap menjadikan kekuatan tarik lebih tinggi. Penghilangan daging serta lemak yng tak sempurna pada flesh side, akan menghasilkan terjadinya sementasi selama penyimpanan serta berakibat pada tingginya kekuatan tarik awetan. Buaya merupakan reptil bertubuh besar yng hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, salah satunya juga buaya ikan (Tomistoma schlegelii). Walau demikian nama ini bisa juga dikenakan secara longgar bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyebut ‘buaya’ aligator, kaiman serta gavial; yaitu kerabat-kerabat buaya yng berlainan suku.
Buaya biasanya menghuni daerah asal perairan tawar semisal sungai, danau, rawa serta lahan basah lain-lainnya, akan tetapi ada juga yng hidup di air payau semisal buaya muara. Makanan utama buaya merupakan hewan-hewan bertulang belakang semisal bangsa ikan, reptil serta mamalia, terkadang pula memangsa moluska serta krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya adalah hewan purba, yng cuma tidak banyak berganti lantaran evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Dalam bahasa Inggris buaya dikenal menjadi crocodile. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yng orang-orang saksikan di Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yng berakar dari kata kroko, yng berguna ‘batu kerikil’, serta deilos yng berguna ‘cacing’ ataupun ‘orang’. Orang-orang menyebutnya ‘cacing bebatuan’ lantaran mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yng berbatu-batu.
Sejauh ini diketahui sekitar tujuh spesies (ataupun subspesies) buaya yng didapati di Indonesia, yaitu: Buaya Mindoro ataupun buaya Filipina (Crocodylus mindorensis), Buaya Irian (C. novaeguineae), Buaya muara (C. porosus), Buaya Kalimantan (C. raninus), Buaya air tawar ataupun buaya Siam (C. siamensis), Buaya Sahul (Crocodylus sp.nov.), serta Buaya senyulong (Tomistoma schlegeli.)
Walaupun buaya hidup ditakuti orang, akan tetapi produk-produk dari kulitnya tidak sedikit disukai serta bernilai tidak murah. Kulit buaya diolah bagi atau bisa juga dikatakan untuk dijadikan aneka barang kerajinan kulit semisal dompet, tas, topi, ikat pinggang, sepatu serta lain-lain. Indonesia mengekspor cukup tidak sedikit kulit buaya, sekitar 15.228 potong di tahun 2002, yang dengannya negara-negara tujuan ekspor di antaranya ke Singapura, Jepang, Korea, Italia, serta beberapa negara lain-lainnya. Empat perlimanya merupakan dari kulit buaya Irian, serta sekitar 90% di antaranya diperoleh dari penangkaran buaya.

Teknologi Penyamakan Kulit Buaya

Sudah dikemukakan bahwasanya para pengusaha, peternak, eksportir mendukung penerapan pola PIR pada pengusahaan buaya baik yng kehulu (penangkaran plasma peternakan inti) ataupun yng ke hilir yakni penyamakan kulit buaya. Urutan perlakuan yng lazim di lakukan terhadap kulit buaya, mulai dari daerah asal/peternakan sampai-sampai kulit berada dalam keadaan awet garam siap angkut bisa dilakuakn, yng pertama kali merupakan
  • Penangkapan buaya yakni penangkapan di lakukan yang dengannya tips dijerat pada lehernya lantas ditarik ke pinggir, lantas diikat moncong serta kaki belakangnya.
  • Lantas di lakukan pemeriksaan jenis kelamin serta subspesiesnya, andaikan buaya yng ditangkap betina maka Perlu dilepas kembali tanpa memandang besar kecilnya satwa ataupun subspesiesnya. Ketiga di lakukan pengukuran buaya.
  • Keempat di lakukan pemotongan buaya selanjutnya yng kelima di lakukan pengulitan (flaying) serta Buang daging (fleshing) ; di lakukan oleh spesialis yang dengannya alat pisau khusus una mempertahankan keutuhan serta kualitas kulit.
  • Yang terakhir yng kelima merupakan pengawet-garaman (curing) kulit buaya.

Ada 3 jenis metode pengawet garaman yakni ; Awet-garam murni, Awet-garam merpin/pengawet (salting), Awet-garam diamonil C ataupun dodigen (brining). Proses penyamakan kulit buaya yng di lakukan tatkala ini merupakan mempergunakan serta memanfaatkan kulit mentah buaya “Awet-garam” sebanyk 12 lembar dari sorong- marauke.
Adapun urutan perlakuan dari proses pengawetan sampai-sampai pada proses penyamakan merupakan menjadi berikut :
  • Penimbangan, kulit mentah bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengetahui berat kulit yng lantas dijadikan dasar menetapkan khemikalia yng dipakai bagi atau bisa juga dikatakan untuk proses.
  • Pencucian (washing), kulit dicuci yang dengannya air bersih yng mengalir selama 10-15 menit.
  • Pengapuran (liming), kulit dimasukkan serta digerak-gerakkan dalam larutan 200% air, 8% Ca(OH)2 serta 4% Na2S selama 30 menit, lantas direndam dalam larutan yang telah di sebutkan hingga esok harinya, andai pemeriksaan menunjukan bahwasanya intensitas pengapuran tidak lebih (sisik masih sukar lepas) maka dibuatkan larutan baru yang dengannya 15% kapur (fresh lime) dalam 200% air serta kulit diremndam lagi satu malam.
  • Buang daging (Fleshing), kulit dibersihkan lagi dari daging sisa yng barangkali masih merekat pada kulit yang dengannya mempergunakan pisau Buang daging.
  • Buang sisik (scaling), kulit dibersihkan dari sisik yang dengannya sikat berbulu plastik halus yng digerakkan dari kepala kearah ekor-kulit ditimbang.
  • Buang kapur (de-liming), kulit yng ber-pH tinggi 11 Perlu disiapkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk proses awet-asam, direndam pada laruatan 200% air, 4 % Ammonium sulphate serta 0.5 % sulphuric-acid sampai-sampai pH diperoleh 7,5.
  • Pengikisan Protein (bating), tambahkan pada cairan diatas 50 % air (700C) serta 1,5% obat bating (pancreol) serta kulit diaduk-aduk selama 45 menit.
  • Pengasaman (Pickling), kulit lantas dimasukkan kedalam larutan air-garam yang dengannya komposisi 150% air serta 10% garam serta diaduk selama 10 menit, lantas ditambahkan asam format 1% (diencerkan 1:3), kulit digerak-gerakkan lagi selama 15 menit secara bertahap (3 kali) dimasukkan 0,5% asam sulfat (diencerkan 1:10) ke dalam cairan sembari terus menerus diaduk selama 30 menit pH akhir = 3.

Rangkaian proses awet asam (pickle) serta kulit buaya telah berganti dari mentah menjadi kulit olahan yakni kulit awet-asam ataupun pickled. Kulit yang telah di sebutkan belum menjadi kulit tersamak (tanned skin) lantaran belum dipakai bahan penyamak dalam perlakuan 1-8 diatas meskipun demikian kulit pickle memiliki daya tahan terhadap jamur/zat renik yng berliapat disbanding kulit awet-garam serta tak memerlukan perawatan yng intensif. Perlakuan berikut adalah perlakuan pokok pertama dalam proses selanjutnya yng disebut proses penyamakan;
  • Penyamakan “awal” (pretanning), ¾ bagian cairan pickle ditambah 14% chromduol (satu dari sekian banyaknya jenis penyamak mineral) diaduk-aduk lantas kulit dimasukkan serta diaduk lagi selama 3 jam secara bertahap (3 kali) sodium-bicarbonat (1:5) dicampurkan kedalam cairan yang dengannya selang waktu 15 menit, pengadukan di lakukan selama 2 jam lagi.
  • Pemeraman (Aging), sesudah dicek kematangan kulit yang dengannya uji rebus (kookproef), kulit dikeluarkan serta lantas ditumpuk selama semalam, maksudnya adalah supaya reaksi kulit-krom menjadi lebih stabil. Disebut pula kulit wet-blue ataupun kulit 1/2 jadi.
  • Kulit ditimbang.
  • Penetralan, larutan 150% air, 1% NaHCO3 kulit diaduk-aduk selama 30 menit sampai-sampai pH cair 6,0. 13) Retaining (Penyamakan ulang), R/ 100% air 600C 5% mimosa Elektrak pewear kulit diaduk-aduk selama 45 menit.
  • Fathiquoring (Peminyakan), laruatan 100% air, 2% gliserol, 2% Estroil kulit diaduk-aduk selama 45 menit, lantas ditambah 1% HCOOH, diteruskan pengadukan 30 menit.
  • Kulit ditumpuk satu malam.
  • Setting out serta pengeringan.
  • Pelemasan
  • Finishing, larutan 40 kg kasein, 10 cc NH4(OH), 10 gr minyak sulfat, 940 cc air. Kasein berlebi dahulu dilarutkan yang dengannya air + NH4(OH) hingga melarut seluruh dihangatkan diatas kompor, hingga suhunya suam-suam kuku.
  • Kulit diulas membujur serta melintang dibersihkan 2 kali yang dengannya sikat halus, lantas dikeringkan.
  • Di lakukan sekali lagi pengulasannya yang dengannya larutan pengkilap.
  • Dikeringkan, digosok yang dengannya botol yang dengannya arah sesuai yang dengannya bentuk lekukan serta tonjolan dari kulit.

Rangkaian proses pengawetan kulit di atas adalah rangkaian yng biasa di lakukan dalam beberapa proses pengawetan kulit, ada beberapa perlakuan yng dibedakan pada proses pengawetan serta penyamakan bergantung dari bahan kulit yng dipakai. Sesudah di lakukan proses pengawetan serta penyamakan, kulit bisa dipakai oleh industri bagi atau bisa juga dikatakan untuk banyak sekali kerajinan menjadikan nilai kulit menjadi tinggi.
Nilai yng diperoleh dari kulit samak buaya Amat tinggi harga jualnya, terlepas dari itu, kebutuhan bahan baku yng diharapkan tak memadai menjadikan yng ditakutkan merupakan kepunahan spesies buaya yang telah di sebutkan. Perusahaan/peternak yng mengembangkan industri kulit buaya pula Perlu pula bertanggung jawab terhadap populasi dari satwa yang telah di sebutkan. Perusahaan yng ingin memperoleh pendapatan yng besar serta ingin mempertahankan produk peternakan yang telah di sebutkan tetap diminati oleh konsumen maka butuh memaksimalkan tahap-tahap penyamakan yng sesuai yang dengannya tata laksana yng ada supaya diperoleh hasil yng tepat guna menjadikan kualitas bisa terjaga yang dengannya baik.


Sumber rujukan dan gambar : http://www.agrinak.com/2015/12/penyamakan-kulit-buaya.html.

Seputar Penyamakan Kulit Buaya

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Penyamakan Kulit Buaya